Feminisme
Pola Logo Neutron Yogyakarta
Feminisme
Tips Belajar

Feminisme

Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial.

Oleh Bayu Gilang
14 Mei 2020

Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial. Feminisme menggabungkan posisi bahwa masyarakat memprioritaskan sudut pandang laki-laki, dan bahwa perempuan diperlakukan secara tidak adil di dalam masyarakat tersebut. Upaya untuk mengubahnya termasuk dalam memerangi stereotip gender serta berusaha membangun peluang pendidikan dan profesional yang setara dengan laki-laki. Beberapa cendekiawan menganggap kampanye feminis sebagai kekuatan utama di balik perubahan sosial utama dalam sejarah terhadap hak-hak perempuan, khususnya di Barat, di mana mereka hampir secara universal dihargai atas pencapaian hak pilih perempuan, bahasa netral gender, hak reproduksi bagi perempuan (termasuk akses terhadap kontrasepsi dan aborsi, serta hak untuk memasuki kontrak dan memiliki properti. Banyak gerakan dan ideologi feminis yang telah berkembang selama tahun-tahun terakhir ini serta mewakili berbagai sudut pandang dan tujuan.

Patriarki merupakan penyebab utama lahirnya feminisme pada pemikiran-pemikiran perempuan. Patriarki didefinisikan sebagai garis lurus vertikal di mana ujung garis tersebut ditempati oleh gender maskulin atau laki-laki. Sehingga, segala sesuatunya harus mendapat izin dari laki-laki yang berkuasa terlebih dahulu. Menanggapi patriarki dalam feminis, komunitas pegiat feminisme di Yogyakarta bernama Femjoy memberikan keterangannya.

Kita tidak bisa menafikan karena patriarki akan susah hilang. Maka dari itu muncul feminisme radikal untuk melawan dominasi tersebut. Perempuan juga punya peran yang besar, dalam sejarah, diketahui bahwa laki-laki berburu. Namun, sudah dikaji perempuanlah yang mengelola segalanya. Menjadi setara bukan berarti perempuan harus berburu juga namun lebih kepada apakah kita dapat tempat yang sama untuk memperjuangkan sesuatu.

Patriarki dianggap selalu berkoalisi dengan sistem kapitalisme. Sistem yang dianggap bergabung tersebut dianggap merugikan. Kapitalisme dipandang mendapat keuntungan dari seks diskriminasi melalui upah buruh atau pekerja yang murah. Tidak hanya perempuan, bahkan laki-laki pun bisa tertindas oleh sistem kapitalisme. Selanjutnya, perwakilan Femjoy ini menambahkan bahwa tidak semua laki-laki itu patriarkis dan tidak semua perempuan itu feminis.

Feminisme di Indonesia melibatkan nama Kartini sebagai pencetus gerakan emansipasi pada masanya. Kartini yang merasa bahwa perempuan bukan hanya sekedar objek pingitan yang tidak layak bersekolah lebih tinggi, lantas mencurahkan segala perasaan dan kegelisahannya kepada teman penanya. Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan jembatan untuk memahami pemikiran dan kegelisahaan Kartini pada masa itu. Setiap tulisan Kartini menyampaikan maksud kritis yang akhirnya dapat membuka pemikiran orang-orang, terutama kaum perempuan. Feminisme di Indonesia bukan saja persoalan paham yang terlalu menjunjung tinggi kesetaraan gender. Feminisme berkutat pada suatu sudut pandang dimana emansipasi dijadikan sebagai tujuan khususnya. Tidak menutup kemungkinan, emansipasi dan feminisme dapat saling mendukung satu sama lain. Hal yang jelas adalah keduanya menuntut kesetaraan dan keadilan gender.

“Standar jelas sudah bergeser. Dari segi pendidikan, standar pingit waktu sekolah dasar Kartini telah bergeser ke S1, misalnya. Hal ini akan bergeser ke jenjang yang lebih lanjut. Standar yang dulu tidak bisa dipakai lagi sekarang. Hal itu menimbulkan tantangan baru yang melahirkan pemikiran-pemikiran baru,” tutur Suzie, salah satu penggerak aktivis feminis.

Anti feminisme yang sedang hangat terdengar saat ini dirasa sebagai kurang pahamnya mereka dalam memaknai feminisme. Perwakilan dari Femjog mengutarakan adanya indikasi ketidakpahaman tersebut. Sehingga, perlu diskusi lebih lanjut untuk menemukan titik luluh dari kedua sudut pandang ini.

Perempuan bukanlah penghalang untuk kemajuan suatu bangsa. Perempuan bukan hanya sekedar pendukung. Perempuan hadir tidak hanya sebagai pelengkap laki-laki. Perempuan berhak hidup, berhak menghidupi, dan berhak menghidupkan hidupnya sendiri atau hidup orang lain disekitarnya. Feminisme di Indonesia hadir sebagai pengejar kesetaraan itu.

Sebagai negara yang mengakui kuasa Tuhan—tertera dalam sila pertama Pancasila,—Indonesia diharapkan menjadi bangsa yang memegang nilai religius dalam setiap aspek kehidupan. Islam adalah agama yang mayoritas dianuti oleh rakyat negara ini. Bukan persoalan mudah, ketika Islam dijadikan sebagai alasan utama persoalan anti feminisme di negeri ini. Sebab, kaum anti feminisme memandang bahwa feminisme hanya terpengaruh oleh “barat” dan tidak sejalur dengan nilai-nilai Islam. Mereka—para pegiatanti feminisme— mengklaim bahwa sebagai negara yang mayoritas Islam, tidaklah patut meniru kebiasaan barat. Dalam kampanyenya di Instagram, para pemegang pandangan kontra ini juga mengatakan bahwa gaya kebaratan yang begitu sekuler dan bebas tidak bisa diterapkan dalam Islam. Padahal, pandangan mereka tidak semuanya benar.

“intinya (menurut anti feminisme) yang dari barat itu liberal atau buruk. Padahal bunga bank berasal dari barat,” tutur Mirza, Kepala Departemen Kajian Strategis Jamaah Salahudin.

Mirza tidak hanya mengada-ada. Terbukti dari ucapan Suzie yang juga menarik garis yang tidak terhubung itu menjadi sejajar. Menurutnya, pada era modern seperti ini, secara tidak langsung semua hal berasal dari barat. Bahkan, buku-buku pembelajaran perkuliahan misalnya, bersumber dari tulisan berbahasa inggris yang sudah bisa ditebak asalnya. Mempermasalahan dua hal yang seharusnya tidak untuk dikontradiksikan tentu hanya akan membuahkan kebingungan semata. Kecuali, jika permasalahan tersebut dibawa dalam lingkup diskusi yang mumpuni untuk disejajarkan tanpa perlu mengorbankan satu sama lain. Hanya saja, menurut perwakilan Femjog, diskusi yang pernah diusahakan tidak direspon oleh akun Indonesia Tanpa Feminis. Menurut Femjog pula, keberadaan pengikut anti feminisme ini justru dapat menjadi kritik sosial bagi para feminis.

Jadi sebenarnya adalah hal yang bagus bagi masyarakat umm untuk vokal dalam pergerakan feminisme, hanya caranya yang mungkin jadi penting bagi kita. Bagaimana cara mereka menyampaikan kritiknya yang lebih baik dilakukan dengan cara-cara yang lebih tepat, seperti diskusi..

Dilontarkan oleh Mirza, bahwa Islam dan feminisme tidak dapat dipertentangkan begitu saja. Keduanya memiliki jalan dan sudut pandang tersendiri. Beberapa kajian mengenai feminisme berhasil menemukan jalan tengah mengenai islam dan feminisme. Namun, jawaban yang patut dipertimbangkan sebagai jalan tengah itu tidak mendapat respon yang baik. Menurut Suzie, perempuan-perempuan yang mengikuti gerakan anti feminisme ini secara tidak langsung sudah memakai feminisme itu sendiri. Menurutnya, perbedaan bukanlah hal yang digunakan untuk mempersenjatai perpecahan. Perbedaan itu hadir untuk menjadi jembatan berdiskusi antar manusia.