Gawat! Indonesia sudah Darurat Membaca
Pola Logo Neutron Yogyakarta
Gawat! Indonesia sudah Darurat Membaca
Berita Pendidikan

Gawat! Indonesia sudah Darurat Membaca

Budaya membaca masyarakat Indonesia memang bisa dikatakan berbeda dengan jaman dahulu. Kira-kira apa saja ya perbedaannya?

Oleh Silvia Dayu
06 Januari 2020

Dahulu, jika siswa ditanya oleh seorang guru tentang apa hobinya, maka dengan percaya diri dia akan menjawab: membaca. Coba jika siswa di zaman milenial macam sekarang, saat ditanya tentang apa hobinya, pasti dengan lantang mereka menjawab: main games atau streaming video di Youtube. Mereka beranggapan bahwa membaca adalah hobi yang kuno dan kurang menyenangkan. Wah, sungguh membaca sudah bukan menjadi tren lagi. Indonesia sudah menjadi salah satu negara dengan label darurat membaca!

Secara teori, ada sebuah alat ukur yang memperlihatkan tentang tingkat literasi sebuah negara. PISA atau Programme for International Student Assesment namanya. Standard rata-rata untuk skor internasional adalah 500. Tebak, Indonesia memiliki skor berapa?

Indonesia pertama kali mengikuti PISA pada tahun 2000, dan langsung menduduki peringkat 38 dari 41 negara sedunia yang ikut, dengan nilai rata-rata hanya 377. Semakin tahun, negara yang mengikuti PISA semakin banyak, sayangnya, Indonesia masih selalu menduduki peringkat 10 terbawah loh. Hingga PISA terakhir yang dilaksanakan pada tahun 2018, Indonesia masih setia menduduki posisi 62 dari 72 negara partisipan.

Menurut Wakil Menteri Keuangan Indonesia, Indonesia memiliki nilai tingkat literasi yang rendah dibanding dengan negara tetangga, Vietnam, meskipun anggaran pendidikan yang dikeluarkan oleh APBD sama, yaitu sekitar 20%. Seakan mendukung pernyataan tersebut, UNESCO bahkan menyebutkan bahwa tingkat literasi membaca di Indonesia hanya 0,001%. Hal ini berarti dari 1000 orang, hanya 1 orang yang memiliki minat membaca tinggi.

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya ada kurang bijaksana dalam penggunaan teknologi. Masyarakat, khususnya siswa setingkat SD hingga SMA, sudah sangan dibuai akan kecanggihan teknologi. Mereka lebih suka menggunakan smartphone mereka untuk mengakses permainan, media sosial, dan video-video hiburan. Padahal, sebenarnya, kegiatan membacapun sudah dipermudah dengan adanya kecanggihan teknologi. Buku masa kini tidak hanya berupa lembaran tebal dengan bau khas, tetapi sudah bertransformasi menjadi buku digital atau e-book dengan kemudahan akses pembelian atau peminjaman di perpustakaan digital.

Jika tingkat literasi Indonesia semakin turun tiap tahunnya, tidak menutup kemungkinan akan semakin rendahnya kemampuan ekonomi dimasa yang akan datang. Masyarakatnya juga semakin tidak mampu untuk berpikir kritis dan menciptakan teknologi dan inovasi baru. Maka dari itu, sebagai siswa Indonesia dan sebagai penerus bangsa, masa depan Indonesia ada di tangan kalian, siswa cerdas! Yuk, tingkatkan kualitas dan kuantitas membaca kalian. Selalu berpikir bahwa membaca itu seru dan tidak membosankan. Salam Literasi!