Meng-Edo Tensei Warisan Pendidikan
Pola Logo Neutron Yogyakarta
Meng-Edo Tensei Warisan Pendidikan
Kisah Inspiratif

Meng-Edo Tensei Warisan Pendidikan

Salah satu guru bangsa kita yang sekaligus tokoh nasional dan pelopor pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara atau RM Suwardi Suryaningrat. Apa ya yang dia wariskan untuk kita?

Oleh Kurniawan Pramanto
14 Februari 2020

Sesusai KBM Bahasa Indonesia, saya merasa butuh penjelasan, lebih tepatnya definisi tentang Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Zaman karena penjelasan dari guru harus terhenti oleh bel sekolah. Saya harus menunggu minggu depan atau menanyakan langsung pada guru. Saya memilih menunda pertanyaan untuk kelanjutan cerita dari guru dengan maksud bisa bebas menyusun argumen pendidikan karakter yang lebih rasional dan mudah dimengerti, sesuai dengan kebutuhan lalu mencoba menyusun sendiri pemaknaan itu semampu saya.

Dari penjelasan yang saya dapat, baik artikel maupun esai, berbagai tokoh nasional memberikan bermacam pendidikan karakter yang beda dari penanaman nilai religi, kejujuran, toleransi, disiplin, kreatif, demokratis, semangat kebangsaan, cinta damai hingga nilai karakter tentang kepedulian terhadap lingkungan. Bahkan, di antara mereka bergelar sebagai Guru Bangsa walaupun sebenarnya saya lebih setuju bahwa guru bangsa tidak harus bekerja mengajar di kelas, memimpin sekolah, atau menjadi rektor universitas karena gelar tersebut bersifat sangat luas, lebih tepatnya mereka bekerja di universitas kehidupan. Salah satu guru bangsa kita yang sekaligus tokoh nasional dan pelopor pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara atau RM Suwardi Suryaningrat.

Beliau memberi warisan yang lebih tinggi nilainya daripada harta yang paling berharga. Cara beliau memperjuangkan nasib rakyat melalui pendidikan wajib kita hargai dan kita terapkan untuk melanjutkan cita-cita pendidikan Indonesia yang lebih tinggi. Beliau harus mengubah namanya yang sebelumnya bernama RM Suwardi Suryaningrat menjadi Ki Hajar Dewantara agar rakyat pribumi mau menerimanya. Beliau mengutamakan asas keberterimaan dahulu sebelum asas keilmuan. Beliau memperhatikan aspek kebudayaan lebih tepat untuk diterapkan daripada aspek lainnya. Ki Hajar Dewantara.

Apa yang bisa kita lakukan tentang warisan ini? Akankah kita melanjutkannya? Kalau mengerti, kita pasti sudah mengerti tentang warisan ini, tetapi apakah kita memahaminya? Mengerti berbeda dengan memahami. Jika warisan Ki Hajar Dewantara ini tak sanggup menjawab tantangan bangsa, saya yakin pasti ada yang salah dengan penerapannya. Banyak orang yang cinta negeri ini rela menyumbang dana, tenaga, pikiran, dan doa. Di tangan kitalah nasib negeri ini dipertaruhkan. Pintar akademis saja tidak cukup. Kita harus melengkapi dengan warisan Ki Hajar Dewantara dan para guru bangsa lainnya. Warisan beliau seperti jurus yang sudah mati. Akan tetapi, hal itu dapat dihidupkan kembali. Bila tidak ada sosok yang menghidupkannya, di antarakita pasti akan ada yang menghidupkannya atau minimal kita menjadi pewaris yang gigih meng-edo tensei jurus tersebut.