Peran Pemuda GAUL (Gerakan dan Aksi untuk Lingkungan) sebagai Upaya Mewujudkan Kemandirian Bangsa
Pola Logo Neutron Yogyakarta
Peran Pemuda GAUL (Gerakan dan Aksi untuk Lingkungan) sebagai Upaya Mewujudkan Kemandirian Bangsa
Tips Belajar

Peran Pemuda GAUL (Gerakan dan Aksi untuk Lingkungan) sebagai Upaya Mewujudkan Kemandirian Bangsa

Apa saja peran pemuda untuk mewujudkan kemandirian bangsa?

Oleh Kurniawan Pramanto
16 Mei 2020

Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang paling rumit sepanjang sejarah peradaban. Begitu banyak masalah bermunculan silih berganti, akibat pertarungan kepentingan berbagai pihak yang latar belakang, visi, misi dan motivasinya berbeda satu sama lain. Perkotaan di Indonesia sangat identik dengan beraneka masalah urban. Permasalahan tersebut di antaranya masalah kependudukan, masalah kemacetan lalu lintas, masalah permukiman, masalah lapangan pekerjaan, masalah penyediaan fasilitas – fasilitas lingkungan serta permasalahan lainnya yang menjadi ciri khas perkotaan.

Sejak Ungaran secara de facto menjadi ibu kota Kabupaten Semarang pada tahun 1977, selama bertahun – tahun pula kendala kemacetan di sepanjang jalan raya Ungaran – Bawen belum juga dapat terurai. Apalagi ketika pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1983 tentang Penetapan Status Kota Ungaran sebagai Ibu Kota Pemerintah Kabupaten Semarang, mobilisasi penduduk sulit dikendalikan lagi. Kemacetan pun sulit diurai, akibat pertambahan jumlah penduduk dan kendaraan bermotor serta mobilisasi warga yang tinggi. Di sisi lain, penetapan tiga sektor prioritas di Kabupaten Semarang yaitu industri, pertanian dan pariwisata (INTANPARI) menyebabkan pertumbuhan industri yang cukup pesat pula. Di sepanjang jalan raya Ungaran – Bawen, muncul puluhan industri berskala besar dan sedang. Dan jelas saja pabrik-pabrik ini mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja.

Memang mayoritas penduduk Ungaran adalah buruh pabrik, dengan kata lain kehidupan masyarakat disini sangat bergantung pada kejayaan industri yang ada. Walaupun kita tau kawasan industri pabrik sangat rentan mencemari lingkungan dan sangat mungkin berimbas pada masyarakat disekitar juga. Dari hal yang paling kecil misalnya bau yang tidak sedap, aliran sungai yang keruh (di belakang pabrik tekstil Ungaran), polusi udara dan suara bising yang dihasilkan dari pabrik, bahkan sumber air tanah yang notabene menjadi kebutuhan vital masyarakat sekitar menjadi tercemar limbah atau mungkin logam berat.

Ketika musim kemarau panjang melanda kenyataan ini akan sangat terasa, karena Ungaran yang dahulu dikenal sebagai kota yang udaranya sejuk, kini menjadi amat panas bahkan hampir sama dengan Semarang yang terletak lebih dekat dengan laut. Banyaknya industri di pinggir – pinggir jalan Ungaran – Bawen jelas berpotensi menimbulkan antrian panjang kendaraan. Pada saat terjadi pergantian shift karyawan, sejumlah angkutan umum serta kendaraan penjemput sudah menunggu mereka di depan pabrik, hal ini cukup mengganggu arus lalu lintas dan emisi gas yang dihasilkan dari angkot-angkot tersebut yang menambah polusi di Ungaran, sehingga hawa panas pun menyebabkan rasa tidak nyaman dan lebih dari itu, jelas sangat merusak lingkungan.

Namun masalah tidak berhenti sampai disitu, ketika musim penghujan pun masalah yang masih sangat memprihatinkan muncul setiap tahun. banyak bangunan di Kota Semarang tidak menerapkan sistem laju air yakni tidak dilengkapi area hijau atau sumur resapan untuk menghambat laju air hujan.Akibatnya, ketika hujan turun tidak terdapat penghambat air untuk mengalir langsung ke sungai atau saluran air yang belum tentu dapat menampung seluruh air yang mengalir dari seluruh wilayah Semarang.

Kota Semarang, terlalu mengandalkan pemanfaatan folder sebagai penyelesaian masalah banjir, padahal folder tersebut sangat tidak sebanding dengan jumlah air hujan yang harus ditampung karena terus bertambah.Ia menambahkan, banjir yang semakin meluas dan parah tersebut juga merupakan imbas dari banyak area hijau di daerah kota Semarang dan sekitarnya seperti Kendal, Ungaran, dan Demak telah rusak dan berubah fungsi. Daerah hutan di Ungaran telah beralih fungsi yang semula merupakan daerah resapan air atau 'treatment area' sekarang berubah menjadi kawasan industri wisata."Kawasan tersebut adalah daerah resapan air dan jika daerah resapan air tidak ada maka air hujan akan mudah mengalir ke daerah dibawahnya yaitu kota Semarang.Dari dalam kota sendiri, Kota Semarang kurang memenuhi proporsi ruang terbuka hijau sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 yang menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.

Pemerintah Kota Semarang memiliki tiga pekerjaan rumah kerusakan lingkungan skala besar yang belum jelas penanganannya. Pembiaran terhadap tiga kasus tersebut dikhawatirkan bakal menyebabkan kerusakan lingkungan yang jauh lebih besar, tiga kerusakan lingkungan tersebut ialah penanganan alih fungsi lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Beringin, pencemaran di pantai Kota Semarang, serta reklamasi pantai oleh PT Sinar Centra Cipta (SCC).

Kasus Kali Beringin, merupakan wujud persoalan tata ruang di DAS Beringin. Sebagian daerah tangkapan air berubah menjadi pemukiman, sementara upaya untuk normalisasi yang mulai didengungkan sejak tahun 2003 belum terlaksana tuntas.Kasus pencemaran di pantai terus berlangsung selama puluhan tahun terakhir, misalnya pencemaran Kali Tapak di Tugurejo yang bermuara di pantai utara. Seharusnya pemerintah mengevaluasi dan mengkaji ulang keberadaan industri di pesisir.Seluas 3.036 hektar pesisir Semarang dikuasai pengusaha untuk industri. Sementara instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dari industri tersebut sebagian tidak berfungsi baik, bahkan ada yang tidak memiliki IPAL.

Kerusakan lingkungan di Semarang saat ini jelas karena keserakahan ekonomi. Pengeprasan bukit, reklamasi pantai, penempatan bangunan yang tidak sesuai peruntukan, alih fungsi lahan tanpa memperhatikan faktor lingkungan adalah buah dari keserakahan ekonomi. Dari kacamata sejarah, pertumbuhan Semarang tidak terlepas dari kepentingan kapitalisme perdagangan masa lalu. Kerusakan lingkungan di Semarang sudah dimulai oleh keserakahan ekonomi penjajah. Dominasi ekonomi kapitalis sudah tampak pada awal abad XX.

Di Semarang pada saat itu, imperialisme, dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, serta kapitalisme Barat, telah berkembang pesat yang ditandai oleh perekrutan tenaga kerja dengan upah murah dan eksploitasi sumber daya alam lainnya. Di kota ini telah terjadi pertemuan paham nasionalisme, liberalisme, kapitalisme, marxisme, lewat tokoh-tokoh seperti Pieter Brooshoof dan Leivegoed, redaktur de Locomotief. Semarang tumbuh menjadi kota dagang yang maju, sebagaimana dilaporkan Pieter Franssen 1630, Valentijn 1726, dan Van Imhoff 1746. Terlebih dengan mulai beroperasinya jalan kereta api tahun 1862, ekonomi liberal kaum kolonial mampu menempatkan Semarang sebagai pusat aktivitas ekonomi dan administrasi Hindia Belanda di Jateng.

Industri yang tumbuh adalah rural based industries dan urban based industries. Yang disebut rural based industries adalah industri yang berbasis pedesaan seperti pengolahan tanaman pangan dan perkebunan (gula, arak, kopi, tembakau, teh, karet, beras, gaplek, minyak, dan sebagainya). Adapun urban based industries antara lain pengolahan barang industri seperti mebel, logam, bahan kimia, tekstil, mesin, korek api, penerbitan koran dan majalah, dan sebagainya.

Perencanaan Anggaran juga masih sangat rentan dengan masalah yang sulit dipecahkan. Pesatnya pertumbuhan kawasan terbangun mengiringi kerusakan lingkungan, sebagaimana ditunjukkan makin bertambahnya areal yang berisiko banjir. Hasil pengamatan tim Unnes (2009) menunjukkan bahwa daerah rawan banjir bertambah dari sebelumnya 44 kelurahan di 9 kecamatan, kini menjadi 68 kelurahan di 13 kecamatan. Selain gejolak di bidang politik dan ekonomi, pesatnya pertumbuhan industri juga menimbulkan banyak kerusakan lingkungan. Data BPS Kota Semarang (2006) mencatat bahwa selama 2005-2006, kasus pencemaran air meningkat dari 13 menjadi 19 kasus, pencemaran udara dari 24 menjadi 29 kasus, pencemaran tanah 4 menjadi 7 kasus.

Kerusakan lingkungan memancing meluasnya konflik sosial antara warga dan pemilik pabrik atau perusahaan, seperti ditulis Kompas (30/07/09) yang memberitakan ratusan warga di Perumahan Karonsih dan Wisma Asri Kecamatan Ngaliyan memprotes pabrik batu bara. Kasus yang sama juga terjadi di Kecamatan Tugu, serta protes 250 warga RT 1 RW 1 Srondol Kulon mengeluhkan bau yang tidak sedap dari pabrik besar di sekitarnya. Tim peneliti Unnes menunjukkan selama 1980-2003 ada 1.239 pabrik membuang limbahnya di sungai tersebut.

Persoalan itu rumit karena kota ini menanggung beban 1,5 juta penduduk dengan berbagai karakteristik sosialnya. Membangun kota besar tidak hanya memerlukan rencana strategis namun juga harus dikombinasikan dengan rencana anggaran. Rencana ini lebih menitikberatkan program-program konkret, termasuk koordinasi lintas sektoral dan regional dalam pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan perkotaan. Jadi, lebih mengutamakan unsur manajemen.

Demikianlah fenomena dan fakta yang nyata didepan mata kita untuk segera dipecahkan. Sebagai generasi muda dan penerus bangsa. Peran generasi muda dalam program penyelamatan lingkungan pada tahap pertama, generasi muda perlu dibawa ke tingkat pengenalan berbagai masalah lingkungan hidup. Kemudian tahap kedua generasi muda perlu dibangkitkan kesadaran lingkungan hidupnya dengan menghadapkan generasi muda pada kegawatan masalah lingkungan hidup di lapangan. Tahap ketiga dengan membawa generasi muda langsung ke dalam pemecahan masalah lingkungan hidup melalui aktifitas Pramuka, Kuliah Kerja Nyata, Pemuda Masjid dan lain-lain, ikut aktif dalam program pengembangan daerah aliran sungai, pencegahan pencemaran, program penghijauan dan lain-lain. Tahap keempat adalah meningkatkan peranan generasi muda sebagai motivator pengembangan lingkungan hidup di desa dan di kota, menggerakkan masyarakat dalam menyelamatkan air dan tanah kita.

Keterlibatan Remaja sebagai sosok orang yang memiliki usia masih tergolong sangat muda serta mempunyai masa depan yang masih panjang. Sekaligus merupakan usia yang potensial dalam membangun dan menjaga lingkungan hidup yang kini semakin rusak. Oleh karena itu perlu disadari dan menjadi catatan bersama bahwa keterlibatan remaja dalam melestarikan alam sejak masa remaja sangatlah penting dan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan lingkungan, sekarang dan yang akan datang. Salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah mewadahi mereka bibit-bibit penerus perubahan dalam suatu lingkup organisasi. Seperti contohnya organisasi yang peduli terhadap kelestarian lingkungan, terutama berkaitan dengan keanekaragaman hayati salah satunya World Wide Fund for Nature(WWF), beragam event pun telah dilakukan oleh WWF untuk menopang pelestarian lingkungan, contohnya Aksi Do Better for Earth merupakan kampanye yang diinisiasi oleh WWF dalam rangka menciptakan masyarakat peduli lingkungan melalui penyadartahuan publik akan pentingnya mengubah perilaku untuk masa depan bumi yang lebih baik. , Celebrating Earth Day, Let’s do Better for Earth Ancol.

Para remaja yang memiliki kepedulian akan kebersihan dan kelestarian lingkungan, selalu berusaha menjaga dan merawat lingkungan sekitarnya oleh karena itu, melibatkan remaja dalam mengelola lingkungan sebenarnya bisa menjadi contoh yang baik. Bila sejak remaja, cerdas dalam mengelola masalah-masalah yang ada di lingkungannya. Dalam hal ini penulis mengangkat judul “Gerakan dan Aksi untuk Lingkungan (GAUL)” yang diharapkan nantinya dapat memberikan kesadaran dan motivasi bagi pelajar untuk ikut serta dan peduli dalam melestarikan lingkungan sekitarnya.

Kata ”Gerakan” menunjuk pada para remaja yang tidak boleh diam atau harus memiliki usaha untuk berperan serta dalam menjaga dan memelihara lingkungan. Kata ”Aksi” menunjuk arti bahwa remaja harus bersikap aktif dalam mengelola sumber daya alam, lingkungan serta mempunyai kreatifitas untuk memiliki aksi maju dalam memajukan lingkungan ke masa yang akan datang. Para remaja dapat berperan aktif dalam upaya pelestarian lingkungan dengan beberapa kegiatan yang terdapat dalam program-program GAUL seperti kegiatan 3R (Reduce, Reuse and Recycle), Environment Service Community dan Go Green. Selain itu remaja juga dituntut untuk ikut serta memberikan ide-ide kreatif mereka dalam hal untuk melestarikan lingkungan secara kreatif, imajinatif, inovatif dan produktif. Sehingga dapat terbentuk semangat dari setiap remaja untuk ikut andil dalam pelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup dimasa yang akan datang.

Akhirnya, apapun kendalanya untuk terus melestarikan dan menjaga lingkungan kita, para pemuda harus tetap berjuang untuk kemandirian bangsa, untuk itu “keep talking about it”. Inovatif dan kreatifnya suatu bangsa adalah hal yang sangat menentukan kemandirian suatu Negara menjadi lebih baik. memanfaatkan sampah yang dianggap sebagai limbah serta pencemaran lingkungan itu menjadi suatu produk yang bermutu dan berguna atau bermanfaat bagi orang lain. Melalui proses pengolahan dan proses produksi dengan menggunakan keterampilan dan memoles sampah menjadi suatu keunikan akan memiliki nilai jual yang tinggi. Lalu berikan penyuluhan ataupun pemberdayaan pada masyarakat tentang apapun hal yang menjadi fokus bidang ilmu yang kita minati, untuk satu tujuan yaitu perubahan Indonesia menuju lebih baik.

Kiranya untuk dapat melaksanakan semua kegiatan dalam upaya pelestarian lingkungan itu ada tiga hal yang menjadi catatan untuk kita semua, yakni 3D - Dimulai dari yang kecil, Dimulai dari diri sendiri, Dimulai dari sekarang