Pergeseran Makna dan Nilai Sapaan
Pola Logo Neutron Yogyakarta
Pergeseran Makna dan Nilai Sapaan
Berita Pendidikan

Pergeseran Makna dan Nilai Sapaan

Seiring bergesernya waktu, terjadi pergeseran-pergeseran dalam tutur bahasa. Terutama terjadi di kalangan anak muda yg memiliki pandangan negatif terhadap tradisi. Sehingga bukan hal yg mengherankan jika banyak anak muda yg kurang paham tentang penggunaan tingkatan tutur bahasa.

Oleh Rosita Febia Sari
24 September 2020


Budaya Indonesia dekat dengan tradisi ketimuran yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan. Dan sebagai bagian dari suku Jawa, unggah-ungguh menjadi bagian penting dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari bahasa Jawa yg memiliki tingkatan tutur berdasarkan kepada siapa kita berbicara. Tingkatan tutur tersebut antara dan lain : ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu dan krama alus. Akan tetapi seiring bergesernya waktu, terjadi pergeseran-pergeseran dalam tutur bahasa. Terutama terjadi di kalangan anak muda yg memiliki pandangan negatif terhadap tradisi. Sehingga bukan hal yg mengherankan jika banyak anak muda yg kurang paham tentang penggunaan tingkatan tutur bahasa.

Bentuk lain yg jelas -jelas mengalami pergesaran adalah cara seseorang memanggil orang lain yg diajak bicara. Di dalam budaya Jawa, sapaan itu menentukan tingkat derajat dan status sosial dari seseorang. Misal di dalam lingkungan keraton atau memiliki garis keturunan keluarga keraton maka sapaan itu yg masih menjadi hal yg penting. Seorang anak harus memanggil Ibunya dengan Kanjeng Ibu dan memanggil ayahnya dengan Kanjeng Romo. Makna Kanjeng Ibu dan Kanjeng Romo menunjukkan tingkat penghargaan yg tinggi dan rasa hormat. Tetapi juga sekaligus menunjukkan adanya jarak walaupun statusnya Ibu-anak atau ayah-anak. Jarak inilah yg membuat hubungan diantara keduanya bersifat formal, kaku dan resmi. Di dalam masyarakat ada panggilan yg menunjukkan bahwa status sosial keluarga mereka tinggi. Seorang anak yg memanggil ibu atau ayahnya dengan panggilan Mama dan Papa menunjukkan bahwa mereka berasal dari keluarga berkelas, yg memiliki kekayaan. Sapaan itu menimbulkan nilai mewah diantara hubungan ibu-anak atau ayah-anak. Di dalam dunia pendidikan seorang murid akan memanggil Ibu Guru atau Bapak Guru. Hal ini memiliki makna penghargaan dan penghormatan sebagai seseorang yang mumpuni dalam memberikan ilmu, seseorang yg memang layak digugu atau di dengarkan. Sehingga sering kita dengar dalam masyarakat kita bahwa seorang anak lebih percaya dan mendengarkan apa yg diajarkan gurunya daripada orang tuanya.

Seiring berkembangnya jaman, kita mulai merasakan adanya pergeseran nilai atau makna dan sapaan - sapaan tersebut. Didalam keluarga kraton atau ningrat, sapaan Kanjeng Ibu atau kanjeng Romo tidak lagi digunakan atau tetap digunakan tetapi diperpendek menjadi Romo atau Ibu. Dan nilainyapun mengalami pergeseran, tetap menunjukan tingkat kesopanan tetapi lebih akrab dan tidak berjarak lebih tidak terlalu formal. Panggilan mama dan papa bukan hanya untuk keluarga-keluarga menengah keatas tetapi semua strata. Seperti yang terjadi dari hasil pengamatan, bahwa pengemispun akan memanggil ayah Ibu mereka dengan mama dan papa. Contoh nyata terjadi di wilayah Mangkuyudan, Solo yg sering dilewati oleh rombongan pengemis setiap hari Kamis. Dengan penampilan layaknya pengemis lusuh dan dekil, mereka berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Tidak sering terdengar percakapan saat mereka berjalan tadi. Dan terdengar pula ketika anak mereka memanggil, keluarlah sapaan "mamah" untuk memanggil ibunya. Nilai yg muncul dalam sapaan tersebut bukan lagi menunjukkan tingkat sosial tetapi menunjukkan kemodernan dan bergaya. Mereka ingin dianggap sebagai bagian dari masyarakat modern. Di sekolah pun, sapaan-sapaan yang muncul mulai bervariasi. Seorong murid dapat memanggil Pak atau Bu sebagaimana yang biasa dipakai untuk memanggil orang tuanya dalam sebagian keluarga. Sapaan tetap bermakna sopan tetapi tidak bernilai mutlak dalam hal pemberian ilmu. Sapaan Pak atau Bu lebih mengarah pada seseorang yang memiliki lebih banyak pengalaman, karena di sekolah berarti lebih banyak pengalaman dalam hal pendidikan. Disitulah munculnya rasa penghargaan dan penghormatan tadi.

Lalu sapaan apa yang muncul dalam dunia pendidikan informal, seperti bimbingan belajar ? Dan apa makna atau nilai yang terkandung di dalamnya ? Pada umumnya di dalam bimbingan belajar, seorang pengajar yang biasa disebut tentor lebih suka dipanggil mas atau mbak jika mereka masih berumur muda. Sapaan itu lebih disukai karena menunjukkan keleluasaan dan keakraban seperti layaknya saudara. Hal ini akan memberikan suasana lebih nyaman bagi siswa dan informal, yang pada akhirnya alan mendororg keterbukaan siswa terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi terutama dalam hal pembelajaran. Memang nilai inilah yang dicari melalui sapaan tadi. Sering juga muncul sapaan "miss" untuk tentor bahasa Inggris. Ini dimaknai sebagai pembeda dan pengkhususan bidang pelajaran khususnya bahasa Inggris. Walaupun di sekolah pun sering muncul sapaan "miss" untuk pengajar Inggris, tapi ada nilai keakraban yang muncul di bimbingan belajar ketika sapaan ini dipakai sebagai akibat pengkhususan tadi. Dan tentor yang lebih tua akan muncul sapaan seperti "om ". Sapaan in lebih menimbulkan kesan keabraban daripada Pak / Bapak. Kenapa nilai keakraban ini justru yang lebih dijunjung tinggi di dalam bimbingan belajar? Karena dari keabraban inilah muncul komunikasi dua arah. Komunikakasi / interaksi dua arah ini akan mendorong proses berpikir kreatif, aktif dan kritis. Sifat - sifat yang memang digunakan dalam proses belajar mengajar jenjang tinggi. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran dalam memilih sapaan di dalam Bimbingan Belajar, khususnya Neutron Yogyakarta. Bahkan ada nilai dan tujuan yang ingin disampaikan ke siswa walaupun hanya sekedar dari sapaan karena Neutron Yogyakarta memang selalu memperhatikan hingga ke hal detil.

Jika di dalam bimbingan belajar Neutron Yogyakarta, seorang siswa diminta memanggil dengan mbak, mas, miss atau om jangan dianggap "wagu" atau dianggap ketidaksopanan tetapi justru ada nilai dan tujuan yang jelas di dalam sapaan tersebut, yang pada akhirnya tetap memunculkan rasa hormat, akan tetapi rasa hormat yang muncul bukan karena rasa takut atau kewajiban, tetapi sebagai pemecah masalah dan sebagai tempat sharing yang dapat dipercaya.