Salah Paham atau Salah Kaprah?
Pola Logo Neutron Yogyakarta
Salah Paham atau Salah Kaprah?
Berita Pendidikan

Salah Paham atau Salah Kaprah?

Indonesia tidak serta merta menjadi bahasa ibu bagi penduduk Indonesia.

Oleh Nurdiana Hari Munandar, S.S.
10 Oktober 2020

Sejatinya, bahasa Indonesia selalu dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Mengapa? Jawabannya sudah pasti karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional. Namun, walau menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia tidak serta merta menjadi bahasa ibu bagi penduduk Indonesia.

Entah bosan, karena selalu bertemu dengan mata pelajaran tersebut dari jenjang pendidikan terendah, ataukah malas, karena soal-soal mata pelajaran tersebut menyerupai tulisan-tulisan di koran. Bisa jadi, malah memandang sebelah mata dan dianggap tidak penting karena bahasa Indonesia itu gampang. Mereka paham bahasa Indonesia meskipun tidak harus belajar secara formal terlebih dahulu seperti bahasa Inggris di kursus-kursus. Boleh dikatakan, hanya guru bahasa saja yang mempelajarinya secara baik.

Efek dari semua itu berimbas kepada penggunaan bahasa Indonesia sendiri. Mereka menjadi sering abai saat berbahasa Indonesia karena merasa sudah bisa (dan biasa) menggunakannya. Malas membuka kamus saat menemukan kata yang artinya belum diketahui atau diketahui tapi berdasarkan dugaan semata. Ini baru buta makna kata, belum buta tata bahasa dan tetek bengek lainnya. Akhirnya, kebutaan ini telanjur menjadi kebiasaan, padahal salah kaprah.

Untuk penggunaan kalimat yang tidak efektif, atau penggunaan bahasa tidak baku, mungkin masih bisa ditoleransi. Namun, jika kaitannya dengan salah makna, maka akan merusak ketatabahasaan itu sendiri. Sebagian dari mereka mungkin tidak mempermasalahkan. "Yang penting yang diajak bicara paham". Lain halnya bagi mereka yang melek bahasa, tentu akan risih mendengarnya.

A: "Maaf, Pak. Kita sudah tutup. Besok lagi saja. Kita buka jam 08.00 pagi."

B: "Wah, maaf juga, Mba. Saya belum tutup dan saya juga nggak mau membukanya. Ini kan toko Anda sedangkan saya adalah pelanggan."

A: ????

Bagaimana? Apakah pembaca bingung juga seperti "A" dalam ilustrasi dialog di atas? Adakah yang salah?

Sekilas, pernyataan "A" memang biasa saja dan tidak ada yang salah. Namun, jika diperhatikan, ada penggunaan kata sapaan yang keliru, yaitu penggunaan kata "kita". Parahnya lagi, kata sapaan ini sering disamaartikan dengan "kami". Bedakah "kami" dengan "kita"?

Dalam KBBI, kami berarti berbicara bersama dengan orang lain (tidak termasuk yang diajak berbicara), sedangkan kita berarti berbicara bersama dengan orang lain (termasuk yang diajak bicara). Nah, lho! Ternyata artinya memang jauh berbeda. Seharusnya, "A" berkata, "Maaf, Pak. Kami sudah tutup. Besok lagi saja. Kami buka jam 08.00 pagi."

Sama halnya dengan kalimat "Nomor telepon saya, kosong delapan satu....". Kosong? Mengapa memakai kata kosong? Mengapa bukan ".... nol delapan satu...."? Mari kita lihat dalam KBBI.

Kosong berarti tidak berisi.

Nol berarti bilangan yang dilambangkan dengan 0.

Selanjutnya, apa yang ada dalam pikiran kalian ketika mendengar kata galon? Pasti kalian membayangkan kalau galon itu benda yang isinya air minum. Ternyata, galon adalah satuan takaran barang cair sebanyak 3,785 liter (AS) atau 4,546 liter (Ing). Jadi galon itu bukan benda, tapi jumlah atau ukuran satuan buat benda-benda cair.

Okelah, ini baru tiga dari banyaknya kesalahkaprahan berbahasa kita yang mungkin paling sering digunakan. Kita bisa mulai memperbaiki dan menggunakannya dengan baik mulai saat ini. Coba bayangkan jika nanti para bule belajar bahasa kita dan mereka lebih paham dan terampil dari kita? Yuk, mari berbenah.